Sabtu, 20 Juni 2009

Ujian Fakultas Ekonomi molor akibat kelalaian Pengajaran.

Kampus I-UMM, Sabtu 31/1 Ujian fakultas Ekonomi semester III molor, ujian yang seharusnya berlangsung pukul 10.00 baru bisa berlangsung pukul 10.30, hal ini diakibatkan dikarenakan karena bagian pengajaran fakultas Ekonomi belum menyerahkan naskah soal yang akan diujikan, ungkap salah panitia ujian akhir semester (UAS) yang team tidar temui diruang adminitrasi umum.Keterlambatan pengiriman naskah soal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi Panitia UAS dengan pihak fakultas yang akan melakukan ujian, Pihak Panitia UAS tidak memberitahukan jadwal ujian yang berlangsung hari ini, bela salah seorang Tata Usaha Fakultas Ekonomi.
Hal ini menimbulkan kekesalan dari pihak Mahasiswa, Said salah satu peserta ujian merasa sangat dirugikan karena kemoloran tersebut, waktuku terbuang sia-sia padahal masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, seharusnya panitia dan Fakultas diberi sangsi, jika mahasiswa terlambat tidak diperbolehkan masuk, tapi kok Pihak Fakultas malah seenaknya, Ungkap said. (oedu-Tidar 21).



Selengkapnya...

Jumat, 29 Mei 2009

PEMUTARAN FILM DOKUMENTER “Sepintu pemali sedulang timah”


Multikultur dan keanekaragaman suku tidak menjadi suatu alasan untuk tidak bisa hidup berdampingan, keberagaman etnis yang hidup rukun berdampingan menjadi sebuah fenomena yang mempunyai nilai lebih dan patut dijadikan tauladan, demikian sekelumit pesan yang dapat diambil dari sebuah Film Dokumenter karya Nahary latifah “Sepintu pemali sedulang timah” Film yang diputar Rabu 23 April di aula SMAN I Kota Magelang ini mengangkat keberagaman etnis dan agama, dalam film ini nuansa kerukunan antara sesama amatlah kentara, mulai dari perkawinan antar etnis, perayaan hari besar keagamaan yang dirayakan bersama, mereka mengesampingkan perbedaan suku maupun agama, mereka berbaur, hidup rukun berdampingan.
Film yang mengambil lokasi Shooting di pulau Bangka ini menggambarkan kehidupan para penambang timah, kekayaan timah Bangka menjadi magnet para penambang baik itu penduduk local maupun pendatang, dari sinilah Sedulang timah Bangka menjadi sarana pemersatu keanekaragaman suku dan agama di pulau Bangka ini.



Selengkapnya...

Rabu, 13 Mei 2009

Diskusi Hari Bumi Ruang Film untuk Kelestarian Lingkungan


Magelang, Ruang film hanya sebagai media untuk memberikan pesan moral, tentang kampanye kelestarian lingkungan. Dengan harapan masayarakat terketuk hatinya untuk berbuat sesuatu untuk menyelematkan bumi ini dari kerusakan. ‘’Menggungah kesadaran melalui tayangan film akan lebih diterima, dari pada berkampanye dan rerotika yang sulit dipahami akal sehat,’’kata Ahmad Fauzan Hidayatullah, dari Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata, Semarang dalam acara diskusi ‘’Menyelamatkan Bumi dengan Seni’’ dalam rangka peringatan hari bumi sedunia, di Auditorium Kampus I Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM).
Dikatakaanya, murah memiliki peralatan digital, menjadikan masyarakat mudah untuk mengonsomsi berbagai media digital seperti VCD atau DVD. Fenomena itu akan menjadi ruang yang sangat penting bagi kampanye kelestarian malalui film.
Namun demikian, lanjut dia, isu lingkungan menjadi kurang menarik menjadi konsumsi masyarakat luas. Mungkin saja isu itu yang dianggap terlalu serius dan tak indah lagi dipertontonkan.
‘’Tapi upaya kegiatan seperti festival film lingkungan setidaknya menjadi sebuah awal untuk menanamkan virus kepada generasi muda. Ini nantinya akan menjadi gerakan yang besar jika semua bergeliat untuk memproduksi film tema-tema lingkungan,’’katanya.
Menurutnya, persoalan lingkungan yang dikemas dalam film dan karya seni lainnya nanti akan menjadi sebuah ‘’fashion’’ yang digandrungi masyarakat. Ini merupakan sebuah awal nantinya, masing-masing komunitas dan masyarakat akan secara serentak ngomong dan beraksi soal lingkungan, sesuai dengan kapasitas dan keahlian mereka.
‘’Jika generasi muda suka film, mereka memproduksi film yang memberikan pesan moral untuk berbuat sesuatu untuk penyelematan bumi. Ini akan berkelanjutan dan menjadi isu yang membumi,’’katanya.
Pembicara lainnya, Sigit Widodo, Watershed Management (WSM) Specialist Environmental Services Program (ESP-USAID) regional Jateng/DIY, mengatakan di dunia kini muncul apa yang disebut sebagai gejala hijau.
Gejala hijau itu, katanya, antara lain terdiri dari energi hijau,
ekonomi hijau, pekerjaan hijau, pendidikan hijau, perilaku hijau, dan
seni hijau.
‘’Gejala itu muncul dalam rangka membangun keseimbangan hidup manusia dengan alam,’’lanjutnya.
Gerakan itu, menurutnya, akan terus bergulir dan menjadi isu yang layak di jual dan indah untuk dinikmati. Tapi lebih dari, yang terpenting menurutnya, setelah gejala itu ada kesadaran bersama untuk aksi konservasi ditingkat lingkungan keluarga hingga cakupan yang lebih luas.
Acara yang diselenggarakan LPM-UMM, Esakata, didukung ESP Jateng-DIY dan Pemkot Magelang itu juga mengundang satu pembicara lagi, Ichsan Rumadi Ketua Forum Mentarli dari Gunung Andong. Dia memberikan penjelasan tentang aksi masyarakat lereng Telomoyo dan Andong untuk menyelematkan lingkungan.



Selengkapnya...

Lomba Mewarnai Ramaikan Peringatan Hari Bumi


MAGELANG – Inditor kerusakan lingkungan bisa dicermati dari setiap musim. Jika musim kemarau kekurangan air dan ketika memasuki musim hujanterjadi banjir dan longsor. ‘’Hal-hal sederhana itu setidaknya menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kita sudah tak lagi seimbang. Ketika curah hujan tinggi tanah ini tak mampu lagi menyerap air karena banyak lahan gundul. Sehingga musim kemarau cadangan air tak ada dan banyak sumber air mati,’’kata Bhekti Wira Utama, Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang (LPM-UMM), dalam pembukaan peringatan Hari Bumi Sedunia di Auditorium kampus setempat, kemarin.
Dikatakannya, fenomena itu harus disikapi dengan arif dan melakukan berbagai aksi. Salah satunya melalui penyadaran bersama bertapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
‘’Penyadaran itu salah satunya dengan media seni dan budaya. Dengan digelarnya berbagai acara ini kami bermaksud mengugah kesadaran menjaga lingkungan untuk kehidupan yang lebih baik,’’katanya.
Acara yang peringatan hari bumi sedunia yang didukung Environmental Services Program (ESP-USAID) Jateng-DIY dan Esakata berlangsung mulai Senin (20/4) hingga Rabu (22/4) di Auditorium UMM. Kemarin puluhan anak mengikuti lomba mewarnai dalam rentetan acara tersebut.
‘’Dengan lomba mewarnai ini akan menanamkan kecintaan lingkungan pada anak-anak. Diharapkan dengan kecintaan itu mereka akan tumbuh kembang sebagai generasi yang peduli terhadap alam,’’kata Bhekti.
Acara yang didukung Environmental Services Program (ESP-USAID) Jateng-DIY dan Esakata, lanjut dia, bertujuan menanamkan kecintaan lingkungan pada anak-anak dan generasi muda. Sehingga terbangun kesadaran untuk berbuat sesuatu yang berharga untuk kelestarian di masa mendatang.
Pembantu Rektor III UMM, Suharso SH MH, mengatakan sangat mendukung kegiatan yang menanamkan kecintaan kepada lingkungan. Dengan acara yang dikemas sederhana tapi meriah ini, sebagai proses pendidikan untuk merawat lingkungan dan alam.
Rentetan acara lainnya, pemeran buku, festival film, lomba mewarnai, dikusi film, pementasan musikalisasi puisi dan monolog. Pemutaran film lingkungan dari peserta lomba, Selasa (21/4) dimulai pukul 15.00. Sedikitnya 9 karya yang masuk nominasi akan diputar.
Selasa (21/4) mulai pukul 19.000, digelar pertunjukan. Monolog berjudul ‘’Masa depan tanpa ulang’’ karya Gepeng Nugroho. Mereka yang menampilkan musikalisasi Puisi, Teater Fajar UMM dan Alam Raya Institut. Musik Rupadatu mempersembahkan jimbe percution. Selain itu juga ada karya instalasi Caulil dan Hery Selot.
Rabu (22/4) malam, digelar malam penghargaan film lingkungan dan diskusi ‘’Menyelamatkan Bumi dengan Seni’’. Tampil sebagai pembicara Rumadi Ketua Forum Mentari dari Gunung Telomoyo, Ahmad Fauzan Hidayatullah pemerhati film dari Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) UNIKA Soegijapranata, Semarang dan Sigit Widodo, Watershed Management (WSM) Specialist Environmental Services Program (ESP-USAID) regional Jateng/DIY.



Selengkapnya...

Minggu, 10 Mei 2009

Indonesia Butuh Pelayan bukan Pemimpin

Ajang perebutan kursi nomer satu di negeri ini akan segera berlangsung. riuh rendah menyambutnya santer tercerap oleh indera kita. Media massa mem-blow up habis-habisan beragam isu dan wacana terkait pemetaan kekuatan para capres. Padahal pemilu legislative masih menyisakan setumpuk prahara. Kisruh DPT, money politics, dan beragam kecurangan lainnya belum juga rampungTapi apa mau dikata, bangsa ini terlalu keras kepala untuk mau merampungkan masalah dengan sejernih-jernihnya hingga akhirnya masalah yang sama selalu saja terjadi di kemudian hari. Seiring massifnya pemberitaan tentang pilpres maka perhatian masyarakat pun beralih serta abai terhadap berbagai kecurangan pada pemilu legislative. Kini semua orang terkonsentrasi pada pembicaraan siapa yang layak duduk menjadi presiden. Satu hal yang patut dipertanyakan di tengah euphoria pembicaraan masyarkat tentang calon presiden, adakah para calon presiden juga berkenan bicara panjang lebar tentang berbagai masalah rakyat?

Jangan-jangan para calon presiden kita tak ubahnya seperti para selebritis, yang sering menjadi buah bibir di masyarakat namun enggan untuk membicarakan orang lain. Ini hanya sekedar urusan pembicaraan, belum ke ke tataran kerja nyata. Tugas presiden tentu saja tidak semata terbatas pada retorika, harus ada aksi nyata.

Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya sejak tahun 1945, namun adakah kemerdekaan itu telah membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyatnya? Sepertinya jawaban yang cukup bijak untuk dilontarkan adalah belum sepenuhnya. Bahwa Negara ini belum juga lepas dari scenario busuk kolonialisme adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri yang menyebabkan bangsa ini dirundung derita yang berkepanjangan. 40 juta rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan, korupsi merajalela, kasus-kasus pelanggaran HAM yang menumpuk serta jurang kesenjangan yang kian lebar antara si miskin dan kaya adalah beberapa gambaran bahwa negeri ini memang terpuruk.

Memilih presiden yang bekerja untuk rakyat

Bangsa ini jelas butuh pemimpin yang tangguh, bukan pemimpin asal-asalan. Kompleksitas permasalahan yang melanda bangsa sudah pasti tidak akan bisa diselesaikan oleh pemimpin yang hanya piawai beretorika dan tebar pesona semata, sebagaimana yang sudah-sudah. Bangsa ini tidak butuh pemimpin yang bertekuk lutut pada kemauan barat, yang selanjutnya hanya bisa menjual asset-aset berharga milik bangsa. pemimpin bangsa macam diatas hanya bisa membuat bangsa ini larut dalam kebobrokan, mereka juga piawai melakukan pembohongan public dengan memanfaatkan media massa. Perbaikan hanyalah sebatas klaim semata sedang fakta di lapangan tetap saja bobrok.

Banyak perilaku nir-nurani yang dilakukan para pemimpin bangsa. di saat sekitar 40 juta rakyat terjerat kemiskinan di saat itu pula banyak pejabat yang meminta fasilitas-fasilitas mewah. Mobil mewah, rumah mewah dan berbagai macam tunjangan yang tidak masuk akal, sekedar mengedepankan kenikmatan pribadi. Ambil contoh, untuk tugas kepresidenannya presiden SBY menunggangi Mercedes s benz yang taksiran harganya sekitar 6-7 milyar rupiah. Simak pula perjalanan studi banding para anggota dewan yang juga menghabiskan dana bermilyar-milyar, padahal tak jarang kunjungan tersebut tak membuahkan hasil apa-apa kecuali sekedar perjalanan wisata semata dan tentu saja semuanya memakai uang rakyat.

Bangsa ini butuh pemimpin yang sekaligus pelayan bagi rakyatnya. Bukankah konsep demokrasi sudah menegaskan bahwa tugas pemimpin adalah semata-mata untuk melayani kepentingan rakyatnya. Mungkin segala kemewahan dan pemborosan yang dilakukan banyak pejabat di negeri ini terdengar biasa saja dan tak lagi dijadikan masalah oleh rakyat. Bukan karena rakyat mengamini tindakan mereka, namun karena kebebalan dan ketidakpedulian merekalah rakyat menjadi diam dan tak lagi mempersoalkan hal tersebut. Paradigma pemimpin adalah pelayan terjungkal sedemikian rupa dan berubah menjadi pemimpin yang menjadikan rakyatnya pelayan.

Fakta yang sangat menarik datang dari Negara Iran, seolah hendak menumbangkan paradigma bahwa seorang pejabat pemerintahan pantas dianugerahi bergelimang fasilitas. Mahmoud Ahmadinejad presiden Iran benar-benar mampu menunjukkan tindakan yang mencerminkan bahwa pemimpin adalah pelayan rakyat. Televise Fox Amerika pernah bertanya kepada presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad “saat anda bercermin di pagi hari, apa yang anda katakan pada diri anda ?” Ahmadinejad menjawab, “ saya melihat seseorang di cermin dan berkata padanya, ‘ ingatlah, anda tidak lebih dari seorang pelayan kecil. Di depanmu hari ini ada tanggung jawab besar dan itu adalah melayani bangsa Iran ”. Ia juga mengungkapkan bahwa harta termewah yang dimilikinya adalah mobil Peogeot 504 buatan tahun 1977dan sebuah rumah kecil warisan ayahnya 40 tahun lalu yang terletak di salah satu daerah miskin di Teheran. Rekening tabungannya nol dan penghasilan yang diterima hanyalah gaji sebagai dosen sebesar kurang dari Rp 2.500.000,-. Ia juga tidak mengambil gajinya sebagai presiden (yang merupakan haknya). Alasannya seluruh kekayaan adalah milik Negara dan ia hanya bertugas menjaganya.

Hal lain yang membuat para staff kepresidenan kagum adalah tiap hari ia selalu membawa bekal sarapan beberapa potong roti sandwinch dengan minyak zaitun dan keju. Ahmadinejad menyantap dengan nikmat makanan buatan isteri tersebut Di sisi lain ia menghentikan semua makanan istimewa yang biasa disediakan untuk presiden. Ahmadinejad juga mengalihkan pesawat kepresidenan menjadi pesawat angkutan barang (cargo) dengan alasan untuk menghemat pengeluaran Negara. Presien juga memilih terbang dengan pesawat biasa di kelas ekonomi. Jikalau harus menginap di hotel ia selalu memastikan untuk tidak tidur dengan ruangan dan tempat tidur mewah. Alasannya ia tidak tidur di tempat tidur tetapi tidur di lantai beralaskan matras sederhana dan sepotong selimut.

Di balik kesederhanaan yang luar biasa tersebut Ahmadinejad adalah juga seorang dengan nyali besar untuk membela kebenaran. Kritik dan protes pedas sering ia alamatkan ke Negara kolonialis Amerika Serikat yang nyata-nyata telah membuat kesengsaraan bagi banyak penduduk dunia.

Kita semua tentu sangat berharap bangsa ini dikarunia pemimpin yang benar-benar mau bekerja untuk rakyat, yang menomorsatukan rakyat, dan yang melayani rakyat. Bukan sebaliknya. Namun adakah calon pemimpin seperti itu akan kita dapati pada pemilihan presiden yang akan digelar beberapa hari lagi ?



Selengkapnya...

Rabu, 06 Mei 2009

HMA-UMM Seminar Regional “Implementasi Pedoman Akuntansi dalam Dunia Perbankan di Indonesia”.


Magelang- Himpunan Mahasiswa Akuntansi Universitas Muhammadiyah Magelang (HMA UMM), dalam upaya mengetahui aktualisasi pedoman akuntansi dalam penerapan di Perbankan Indonesia mengadakan seminar Regional Jateng dan DIY “ Penerapan akuntansi Perbankan Indonesia pada Bank Konvensional dan Bank Syariah.Acara yang akan diselenggarakan di Auditorium kampus I Universitas Muhammadiyah Magelang mengambil tema “ Pemakaian Pedoman Akuntansi dalam dunia Perbankan di Indonesia “. Fitri Wulansari selaku ketua Umum HMA UMM mengatakan “ Seminar ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan Pedoman Akuntansi dalam system Perbankan Indonesia, baik itu Bank Konvesional maupun Bank Syariah”.
Acara yang akan dilaksanakan Kamis, 4 Juni 2009 mengundang pembicara dari praktisi Perbankan, antara lain Bank Indonesia, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah ( BPD Jateng ), dan Bank Muamalat Indonesia. Selain praktisi perbankan, juga mendatangkan Prof. DR. Muhammad. M.ag ( Dosen Ekonomi Syariah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta), selaku wakil dari kalangan Akademisi
Acara ini terbuka untuk semua kalangan, baik itu kalangan akademisi ( Mahasiswa, , Dosen, Guru SMK / SMA ) maupun dari kalangan perbankan sendiri. “ Tutur wulan. Kontribusi Untuk Mahasiswa Rp 30.000, dan Untuk Umum Rp 40.000, dengan fasilitas Sertifikat, Seminar Kit, Snack, dan makan siang, Tambahnya.
Untuk Informasi dan pendaftaran peserta dapat menghubungi panitia di Sekretariat Seminar Regional HMA Gedung A Lantai II Fakultas Ekonomi Kampus I Universitas Muhammadiyah Magelang, atau Contact Person Dwiningsih ( 087820833057 ), Intan 085643837002). Batas akhir pendaftaran tanggal 27 Mei 2009. ( Said. Tidar 21.)




Selengkapnya...

BANGUNLAH PERS MAHASISWA!!!


Bermula dari kampus, eksistensi Persma harus mulai dikembangkan kembali. Bukan suatu hal yang mustahil, masa keemasan Persma akan dapat diraih kembali. Berusaha dan berjuanglah pers mahasiswaDi era reformasi sekarang ini pers mahasiswa (Persma) terasa kurang terdengar gaungnya. Ketika kebebasan informasi sudah menjadi milik kita semua dan media massa (baru) tumbuh subur, kondisi Persma justru nyaris tenggelam. Kondisi ini bermula sejak tahun 1998, ketika reformasi dikumandangkan Persma menjadi kehilangan perannya. Peran kontrol sosial melalui pemberitaan yang tajam, kritis dan independen. Peran itu telah kembali dipegang oleh pers umum yang di masa Orde Baru dipresentasikan oleh Persma.
Pada era 1970-an Persma pernah mengalami masa keemasannya. Harian KAMI, Mahasiswa Indonesia dan Mimbar Demokrasi merupakan penerbitan mahasiswa (istilah resmi pers mahasiswa kala itu) yang mampu eksis pada tahun 1970-an. Dengan oplah sekitar 30-70 ribu eksemplar –setiap kali penerbitannya, tak hanya diminati oleh mahasiswa saja. Masyarakat umum pun menjadi pembacanya. Persma pada era itu mampu menjawab tantangan zaman secara baik. Bahkan informasi yang disajikan pada saat itu lebih baik dari pers umum.
Kini, yang ada hanya tinggal kenangan manis. Kondisi Persma sekarang cukup memprihatinkan. Persma hadir dikomunitasnya sekedar memenuhi jadwal penerbitan yang dibuat menurut logika birokratis-paradigmatik sebuah unit kegiatan mahasiswa. Penerbitan itupun muncul bukan atas kesadaran penuh atau kebutuhan menyalurkan idealisme tapi ‘tuntutan rutinitas’ agar legitimasi sebagai bagian dari kegiatan mahasiswa di kampus tetap terjaga (Masduki, 2003).
Terbitan Persma kurang dimanfaatkan sebagai sarana aktualisasi idealisme mahasiswa. Pada akhirnya produk yang dihasilkan oleh Persma –baik dalam bentuk majalah, tabloid maupun newsletter– menjadi kehilangan rohnya. Produknya menjadi tidak menarik dan kurang mampu memenuhi apa yang diinginkan oleh pembacanya (baca: mahasiswa). Sehingga tak jarang Persma kurang dikenal di lingkungan kampusnya sendiri.





Persoalan Klasik
Meredupnya eksistensi Persma sekarang ini disebabkan oleh berbagai persoalan. Persoalan yang selalu melilit hampir sama dimanapun Persma itu berada. Kondisinyapun tak jauh berbeda, kebanyakan Persma tak mampu keluar dari persoalan klasik yang ada. Persma terjebak pada persoalan yang secara teoritis sebenarnya mampu dihadapi, namun pada tataran praktis sulit untuk diselesaikannya. Setidaknya ada tiga persoalan klasik itu diantaranya: lemahnya kaderisasi, periodisasi terbitan yang tidak tetap dan kebijakan rektorat.
Sistem kaderisasi yang dimiliki oleh Persma biasanya tidak matang. Persma tidak mampu menjaga kelangsungan hidupnya dengan menyediakan kader-kader penerusnya. Persma lebih mengandalkan sosok yang sudah ‘jadi’ untuk mengelolanya. Sistem kaderisasi yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan Persma. Tak jarang pada periode tertentu Persma mampu sedikit berkembang, namun pada periode berikutnya dengan segera tenggelam kembali. Ini terjadi karena kualitas sumber daya pengelola yang ada jauh berbeda dalam setiap periodenya.
Kebanyakan Persma tidak memiliki periodisasi terbitan yang tetap. Terlambat deadline, seakan telah menjadi budaya bagi terbitan Persma sekarang. Sehingga tak jarang ketika terbitan sampai di tangan pembaca, infomasi yang disampaikan telah basi dan tidak aktual lagi. Hal ini menyebabkan pembaca enggan melirik pada informasi yang disajikan oleh Persma. Mahasiswa lebih tertarik pada informasi yang disajikan oleh pers umum.
Bagi Persma yang sumber dana utamanya berasal dari rektorat, ada kecenderungan Persma tersebut tidak dapat bergerak dengan bebas. Persma menjadi tidak kritis terhadap rektorat. Bahkan Persma sering dijadikan sebagai corongnya rektorat. Informasi yang disajikan oleh Persma hampir dipastikan akan sejalan dengan kebijakan rektorat. Dan untuk menjaga kelangsungan hidupnya Persma lebih memilih menuruti kemauan rektorat. Rektorat melalui kebijakannya mampu mengontrol arah pemberitaan Persma.
Menghadapi kondisi semacam ini, Persma harus tanggap dan segera mencari solusinya. Pertama, untuk tetap menjaga kelangsungan hidup Persma maka optimalkan peranan divisi kaderisasi. Rumuskan dengan jelas pola kaderisasi yang akan diterapkan. Divisi kaderisasi harus mampu melakukan perekruitan pengelola baru dengan baik. Upayakan ada sistem magang sebelum menjadi pengelola Persma.
Kedua, Untuk meminimalisasi budaya terlambat deadline, pimpinan Persma harus dapat bertindak dengan tegas. Kuatkan kembali komitmen seluruh pengelola Persma yang ada. Reward and punishment harus diberikan pada pengelola Persma. Untuk memacu kinerja, berikan reward bagi pengelola yang melaksanakan kewajibannya dengan baik. Punishment –berupa peringatan lisan, peringatan tertulis bahkan pemecatan– harus diberikan pada pengelola yang tidak mampu melaksanakan tugasnya. Ketegasan aturan yang ada sangat diperlukan guna meningkatkan kedisiplinan di dalam tubuh Persma itu sendiri.
Ketiga, kebijakan rektorat sebenarnya tak hanya menjadi kendala bagi Persma yang sumber dana utamanya dari rektorat, namun juga bagi hampir semua Persma. Rektorat menjadi bayang-bayang dalam setiap pemberiatan Persma. Untuk menghadapi kondisi semacam ini Persma tak perlu takut. Sistem pemberitaan Persma harus tetap independen dan seimbang. Prinsip check and balance harus tetap dikedepankan.
Sudah saatnya, kini Persma bangun dari ‘tidurnya’. Uraikan benang kusut yang melilit di tubuh Persma. Selesaikan permasalahan yang menjadi hambatan untuk berkembangnya Persma. Persma kini dituntut untuk membenahi jati dirinya kembali dan tak boleh terbuai dengan romantisme kejayaan di masa lalu. Segala kejayaan Persma dimasa lalu hendaknya dijadikan sebagai semangat untuk dapat bangkit kembali, bersama membangun eksistensi Persma.
Tak dapat dipungkiri bahwa kini Persma sangat sulit untuk kembali mendapatkan perannya seperti di era Orde Baru. Persma harus segera melakukan reposisi dan reorientasi diri. Persma sebagai media kampus masih tetap bisa melakukan peran yang mungkin belum terjamah oleh pers umum. Peran kontrol sosial dalam lingkungan kampus setidaknya harus mulai diperankan oleh Persma. Persma harus mampu menunjukkan kepedualiannya pada lingkungan kampus dengan bersikap kritis terhadap segala kebijakan rektorat.
Dikemas oleh : Nugie_kita


Selengkapnya...
 
© free template by Blogspot tutorial